Kamis, 28 Januari 2016

SEDINGIN HUJAN (2)

Haloo teman-teman! ^-^ Apa kabar? semoga sehat-sehat aja ya! Hari ini Avika mau lanjutin cerita. Langsung aja yuk!

(part 2)


Mobil truk TNI yang akan dipakai untuk mengangkut Peserta LDKS sudah terparkir di halaman sekolah. Begitupun mobil bak yang digunakan untuk mengangkut barang. Para peserta LDKS diminta untuk memegang telur bebek masing-masing. Kak Satya, senior OSIS mengarahkan peserta LDKS untuk naik  ke dalam truk TNI.
            Ternyata, udara di dalam truk TNI sangat pengap. Entah karena kelebihan muatan, atau memang seperti itu. Aku duduk sambil berhimpit-himpitan. Lantai truk pun dipenuhi dengan peserta LDKS laki-laki. Kebetulan, Haikal duduk di depan kakiku. Tubuhnya yang besar menyandar di kakiku dan `membuatku tidak bisa bergerak sama sekali.
            “Kal, badan lo berat banget sih, gue gak bisa gerak nih!”
            Haikal pun meringis. “Hehehe, maaf deh. Tapi asli, gue juga gak bisa gerak. Jadi tahan aja ya Rei.”
            Aku hanya cemberut.
            Truk mulai melaju meninggalkan halaman sekolah. Akhirnya rasa pengap sudah berganti dengan semilir udara yang sejuk. Kulihat sekelilingku. Ah, rupanya Haikal tertidur. Ia bersandar di kakiku. Rambut hitamnya  berantakan tertiup angin. Untuk mengusir rasa bosan, aku mengambil headset dan memasangkannya ke telingaku. Soundtrack anime AnoHana pun mengalun lembut.
            “Kimi to natsu no owari, shourai no yume, ookina kibou watsurenai, juunen go no hachigatsu matta deaeru no shinjite.. saikou no.. omoi de wo..”  
            Truk  semakin melaju dengan kencang. Jalanan pun semakin berkelak-kelok.Udara sejuk khas pegunungan mulai mengisi setiap sudut truk. Banyak peserta LDKS yang mabuk perjalanan. Untung saja aku tidak mabuk. Kupandangi wajah Haikal. Ah, dia masih tertidur pulas. Kalau begini, aku hanya diam. Aku tidak terbiasa mengobrol dengan orang lain, kecuali Haikal. Haikal kan bukan orang lain. Ia sahabatku sejak kecil.
            “Bosen ya?” Haikal membuka matanya.
            Jantungku berdegup kencang. Selalu saja ia mengagetkanku. Kalau saja ini bukan di truk, pasti aku sudah menjitak kepalanya.
            “Heei, kok bengong sih?” ucap Haikal.
            “Siapa yang bengong, gue tadi kaget tau!” jawabku buru-buru. Sial! mengapa jantungku terus berdegup?
            “Aduh Kal, gue.. gue mual nih!” ucapku sambil menutup mulut.
            “Yaah, jangan Mabuk dong Rei! Nih gue bawa minyak aromatherapy. Sebentar ya, gue pindah posisi duduk dulu. Jangan muntah Rei!” Ucap Haikal panik. Hehehe, ya iyalah, dia kan duduk dibawahku. Pastinya kalo aku muntah, dia duluan yang kena.
            Sekarang, Haikal bertumpu pada lututnya. Ia mengoleskan minyak aromatherapy ke dahiku. Ia juga meminta plastik ke senior untuk berjaga-jaga kalau aku mabuk perjalanan.
            “Kal, makasih ya. Lo emang sahabat terbaik gue!” bisikku.
            Haikal menatapku sambil menyunggingkan bibirnya. Wajahnya mengkilat dipenuhi keringat. Padahal udara di sini lumayan dingin. Ah, aku jadi merasa bersalah karena sudah merepotkannya. Ia kembali duduk ke posisi semula. Ia masih menatap mataku tanpa berkedip. Kalau begini, ekspresi wajahnya jadi sangat lucu, hehehe.
            “Rei..” bisik Haikal.
            “Apa?” jawabku.
            “Mmm, gue.. gue.. mmm.. gimana ya? Mm..”
            “Gimana apanya? Mau ngomong apa?” Aku mendekatkan telingaku ke wajah Haikal. Suara angin memang sedikit bising sehingga aku sulit mendengar bisikan Haikal.
            Tiba-tiba, truk berguncang dengan sangat keras sehingga orang-orang yang berada dalam truk langsung bertubrukan. Semua orang memasang ekspresi kaget tak terkecuali Aku dan Haikal. Aku terjatuh kearah Haikal dan punggung Haikal menghimpit tubuh kecil Fahri yang berada di belakangnya. Fahri yang sejak tadi tertidur pulas pun langsung kaget dan mengira ada kecelakaan.
            Kak Anne, senior OSIS pun menenangkan peserta LDKS dan menjelaskan apa yang barusan terjadi. Ternyata kami baru saja melewati sungai berbatu yang tidak ada jembatannya. Kami pun penasaran dan melongok ke bagian belakang truk TNI yang terbuka.
            “Wow, It’s amazing!” Teriak para peserta LDKS. Kami tidak menyadari bahwa sejak tadi kami sudah berada di atas gunung yang jalannya berkelak-kelok dan kami berada diantara tebing dan jurang. Sungai yang kami lewati tadi ternyata mengalir dari mata air di puncak gunung dan terlihat berkelak-kelok menuju lembah. Terlihat bayangan awan yang menutupi sebagian kecil pegunungan. Wow, truk yang kami tumpangi seperti berjalan diatas langit!
“Ehm, romantis banget sih.. yang disini jones nih, gerah wooy..” Ucap Kak Satya sambil mengerlingkan matanya. Perhatian seisi mobil pun terpusat kepadaku. Aku merasa bingung. Sesaat kemudian, aku menyadari bahwa tanganku masih bertumpu pada bahu Haikal!
             Seiring dengan sorak-sorak teman-teman, aku melepaskan genggamanku sambil menahan malu. Sementara Haikal tertawa jail sambil menatapku.
            “Oh, jadi Haikal jadian sama Reiselle? PJ nya dong dek, hehehe.” Ucap Kak Anne.
            “Ehm, anu kak, saya gak pacaran sama Haikal kok! Saya cuma sahabatan sama dia. Iya kan Kal?” Ucapku sambil menahan malu.
            Haikal terlihat kaget. “Eh, emm, maaf tadi kamu ngomong apa?”
            Aku merengut. Haikal nyebelin banget sih! Padahal kan dia ada di dekat aku. Masa dia gak dengar apa yang barusan aku ucapin.

Rabu, 27 Januari 2016

SEDINGIN HUJAN

Konbanwa minna! Kali ini Avika mau nulis cerita fiksi yang berjudul Sedingin Hujan. Udah lama juga sih gue gak nulis di blog, jadi bahasanya agak kaku gitu. *halah kayak ada yang baca aja wkwkw :v Okee langsung aja.. :D
 
(Part 1)
“Rei… besok jadi ikut LDKS kan?” tanya Haikal padaku. Aku pun mengangguk. Haikal melihat jam tangannya, kemudian kembali menatapku. Lama ia tidak berkata apapun. Tiba-tiba ia menepuk-nepuk kepalaku sambil tersenyum. Aku langsung tersentak.
            “Iiih, kal! Lo ngapain nepuk-nepuk kepala gue sih! Gue kaget tauu!” Ucapku sambil cemberut. Bukannya meminta maaf, Haikal malah tersenyum. Uuh, jurusnya Haikal manjur banget sih! Terpaksa aku ikut tersenyum karena melihat senyuman shabatku yang paling manis itu.
          "Miaw miaw miaw rei chaaaan..." suara alarm handphone ku telah berbunyi. Itu artinya Haikal sudah harus pulang dari rumahku. Suara alarmnya terdengar aneh ya? Aku saja tak habis pikir, bagaimana Haikal bisa membuat bunyi alarm seaneh itu di handphone ku.
            “Rei.. gue pulang dulu yaa.. ucap Haikal padaku.
            “Okee.. sampai jumpa besok ya! Jangan lupa, besok LDKS! jadi harus bangun pagi, gosok gigi, dan mandi pakai sabun !” Teriakku. Padahal Haikal masih duduk di depanku,hehehe.
            “Sst.. jangan teriak-teriak!  Pengang kuping gue denger suara lo yang cempreng itu!”
            “Yee, siapa yang cempreng! Liat dong piala gue yang berjejer di ruang tamu. Piala juara nyanyi.”
            “Yee.. dasar sombong!” Haikal menjitak kepalaku. “Udah ya bercandanya, byee!” teriak Haikal sambil menuruni tangga.
            Huh, dasar Haikal! Aku berjalan kembali ke kamarku sambil menenteng camilan. Jam segini mana bisa aku tidur, paling cepat ya jam sebelas malam. Untuk mengisi waktu, biasanya aku menggambar sambil memakan camilan. Mama sudah sering melarang makan camilan malam malam. Namun aku tetap saja ngeyel. Habis enak sih! Hehehe. kalau begini, gimana mau langsing!
            Goresan demi goresan sudah mulai terjalin menjadi gambar. Gambar yang kubuat hari ini adalah gambar Haikal yang sedang menatap mataku. Setiap hari aku memang sering membuat gambar manga berdasarkan kejadian unik yang dialami pada hari itu. Lebih tepatnya seperti diary, tetapi isinya gambar.
            “Rei, tidur, udah malem! Besok kamu LDKS kan?” teriak mama dari bawah tangga. Aku pun menghentikan pensil yang sedang menari diatas kertas.
            “Iya Ma,Rei udah tidur kok..” jawabku. Lho, udah tidur kok masih bisa teriak? Aku tertawa sendiri menyadari kebodohanku.
            Sinar mentari pagi mulai menerobos celah jendela kamarku. Aroma sedap nasi goreng membangunkan indera penciuman. Tak perlu alarm, perutku sudah berbunyi dan memaksa untuk terbangun. Hehehe, ampuh sekali alarm ciptaan Tuhan.
            Dengan malas aku melangkahkan kaki ke meja makan. Nasi goreng sudah tersaji bersama telur ceplok setengah matang. Wangi teh tubruk menguap dari cangkir putih yang besar. Hmm, kelihatannnya sedap sekali. Aku langsung duduk di salah satu kursi.
            “Tumben udah bangun Rei.” ucap Papa.
            “Hmm, iya. Rei kan mau LDKS.” Jawabku pelan.
            “Halah, emang kamu bisa?” ucap papa dengan nada meremehkan.
            “Bisa dong..”
            Aku menyuap nasi goreng dengan lahap. Seperti biasa, telur ceploknya kumakan terakhir. Rasanya kurang nikmat kalau dimakan duluan. Lelehan kuning telur setengah matang kan enak dimakan tanpa nasi.
            Setelah sarapan, aku bersiap-siap menuju ke sekolah. Tas besar berwarna hitam telah tersangkut di pundakku. Huh, lumayan berat juga ternyata. Padahal isinya hanya pakaian untuk berkemah selama tiga hari dua malam. Tak lupa aku membawa telur bebek mentah yang sudah dibungkus oleh plastik bening. Telur ini adalah lambang harga diri para peserta LDKS. telur ini tidak boleh retak, apalagi pecah. Menurutku, ini adalah latihan supaya para peserta LDKS bisa menjaga amanat dengan baik.
            “Reiselle.. berangkat yuk!” terdengar suara Haikal yang berasal dari depan Rumah. Aku pun berpamitan dengan Mama dan Papa. Karena tidak memungkinkan membawa tas besar sambil berjalan kaki, maka Ayah Haikal akan mengantarkan menggunakan mobilnya.
            Di dalam mobil, aku asyik bercengkrama dengan Haikal. Kami menebak-nebak seperti apa lokasi LDKS nanti. Tergambar dalam imajinasiku, lokasi LDKS nanti berada di puncak pegunungan yang dekat dengan air terjun. Sementara Haikal mengatakan bahwa lokasi LDKS berada di tengah hutan yang penuh dengan hewan-hewan liar.
            “Eh, ngawur aja sih lo. Mana mungkin LDKS di tengah hutan? Dasar aneeh!”  ucapku.
            “Ih udah deh, liat aja nanti. Turun yuk! Udah nyampe noh."


Akhirnya aku pun berhenti berbicara. Kemudian kami berpamitan kepada Ayah Haikal. Beberapa peserta LDKS yang lain sudah berada di sekolah. Aku dan Haikal pun bergabung dengan teman masing-masing